Random Posts
Loading...

Menelusuri Jejak Dogma Ortodoks Di Indonesia

22:12
Selama milenium (1.000 tahun) pertama Kekristenan, 5 wilayah yaitu Jerusalem, Aleksandria, Antiokhia, Roma, dan Konstantinopel berada dalam persekutuan dan mengaku sebagai Gereja yang Satu, Kudus (Suci), Katolik (Penuh/Universal), dan Apostolik (Rasuli). Perkembangan politik dan jatuhnya Romawi Barat ke tangan suku-suku Jerman mengakibatkan jarangnya komunikasi antara Gereja Barat (Roma) dan Gereja Timur (Jerusalem, Aleksandria, Antiokhia, dan Konstantinopel). Pada tahun 1054 utusan Paus Roma ke Konstantinopel mengekskomunikasi Patriarkh Konstantinopel yang membalas dengan tindakan serupa. Menurut pandangan Roma, Gereja Ortodoks yang memisahkan diri dari Gereja Yang Satu yaitu Gereja Katolik Roma. Tapi menurut pandangan Gereja Timur, Roma lah yang jatuh dalam kesesatan (dengan memaksakan kekuasaan paus dan mengubah Pengakuan Iman Nicea) dan memisahkan diri dari Gereja Yang Satu. Meski begitu, sampai sekarang Gereja Ortodoks tetap menganggap dirinya sebagai Gereja Yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik. Gereja Katolik Roma juga mengklaim hal yang sama. Dan hal ini tidak beda dengan apa yang tengah terjadi pada agama Abrahamik, diakui ataupun tidak itulah faktanya.

Jika kita perhatikan secara keseluruhan, semua pemahaman ortodoks sesungguhnya bertujuan untuk menghapus ajaran Abraham dan anak-cucunya yang hanif dengan agama baru yang disebut Kristen. Pengorbanan darah Yesus oleh paham ortodoks dipahami sebagai penghapusan hukum Taurat. Dengan penghapusan hukum Taurat, maka dianggap sudah tidak ada lagi dosa, karena dosa ada disebabkan oleh pelanggaran terhadap hukum Taurat.

Doktrin (fatwa) ini jelas sangat bertentangan dengan ajaran Yesus. Bukanlah Tuhan mengutus Yesus untuk menghapuskan apa yang dulu Dia wasiatkan kepada Musa, apalagi Abraham.
Karena Aku berkata kepadamu: "Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga." (Matius 5:18-19)
Sesungguhnya, Yesus tidak pernah menyatakan dirinya Tuhan atau Tuhan Anak, dia hanya menyebut Tuhan semesta alam itu Bapa dan menyebut dirinya Anak. Hal ini sesuai dengan yang diwejangkan Musa di gunung Moab:
Maka haruslah engkau insaf, bahwa TUHAN, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya. (Ulangan 8:5)
Tuhan Anak berbeda pengertiannya dengan Anak Tuhan. Yesus menyebut dirinya Anak Tuhan dalam arti "anak didik". Karena ilmu yang diperolehnya bukan didapat dari manusia, melainkan langsung dari Tuhan, Allah Abraham, maka bagi Yesus, Allah Abraham adalah gurunya (Rabi).
Waktu pesta itu sedang berlangsung, Yesus masuk ke Bait Allah lalu mengajar di situ. Maka heranlah orang-orang Yahudi dan berkata: "Bagaimanakah orang ini mempunyai pengetahuan demikian tanpa belajar!" Jawab Yesus kepada mereka: "Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku. Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri. Barangsiapa berkata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat bagi Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya. (Yohanes 7:14-18)
Kata "Rabi" dalam bahasa Ibrani bukan berarti Tuhan, tetapi Bapa/Pemimpin. Orang Israel menyebut ahli Taurat dengan Rabi, karena mereka menghormati ahli Taurat itu sebagai guru, tetapi Yesus melarang murid-muridnya menggunakan panggilan itu. Yesus mengajarkan bahwa hanya Tuhan semesta alamlah Rabi orang beriman. Yesus juga mengajarkan, janganlah kamu menyebut siapapun Bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga.(Matius 23:7-9) Jadi setiap orang beriman menurut Yesus adalah anak Allah seperti juga dirinya. Hal ini sama halnya dengan orang Arab yang menyebut Tuhan itu Rabb, karena Tuhanlah yang mengajarkan ilmu kepada orang beriman.

Dengan demikian, jelaslah bahwa doktrin yang memfigurkan Yesus sebagai Tuhan Anak adalah pemahaman yang salah kaprah dan sengaja dilakukan untuk menyusun dogma bahwa Yesus adalah Tuhan Anak yang dikorbankan oleh Tuhan Bapa unuk menebus dosa manusia dan menghapus hukum Taurat.

Mengapa para pemimpin gereja ortodoks (dan menular ke geraja lain bahkan sampai ke agama lain) begitu gigih memfigurkan bahwa Yesus itu Tuhan Anak?
  1. Jika Yesus adalah manusia biasa, maka akan sulit bagi mereka untuk membumbu-bumbui kisah Yesus, seperti kemampuannya berbuat mukjizat; berjalan di atas air, menyembuhkan penyakit, menghidupkan orang mati, naik kelangit, hidup di alam roh dan akan turun kembali di akhir jaman (dogma ini juga telah menular ke agama Abrahamik).
  2. Jika Yesus tidak difigurkan sebagai Tuhan Anak, maka akan sangat sulit menyusun dogma penebusan dosa, karena dogma penebusan dosa baru bisa logis jika Yesus adalah Tuhan Anak yang dikorbankan oleh Bapanya sebagai tanda kasih Tuhan Bapa kepada manusia. Dengan doktrin Tuhan mengorbankan anak-Nya yang satu-satunya itu untuk menebus dosa manusia, maka manusia akan selalu memuja Yesus dan memper-Tuhan-kannya.
Dari doktrin semacam inilah, maka hari ini milyaran manusia di dunia menganggap Yesus sebagai Tuhan yang harus disembah, yang sekarang sedang hidup di alam roh dan akan turun kembali di akhir jaman, mereka tidak lagi peduli kepada Tuhan semesta alam, Allahnya Abraham.

0 komentar:

Posting Komentar

* Titip iklan akan dihapus.
* Anonymous diperbolehkan.
* Berkomentarlah dengan bahasa santun dan jelas.
* Pertanyaan privat bisa melalui 'Form Kontak'.